RSS

SISTEM - SISTEM PENGGAJIAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME PNS

Tidak bisa disangkal lagi, salah satu konsekuensi terciptanya profesionalisme adalah tersedianya upah yang memadai atau adanya faktor pemenuhan kesejahteraan. Pegawai bisa berkonsentrasi penuh pada pekerjaan berdasar kompetensi dan kualifikasi yang dipersyaratkan.
Banyak para ahli dan pengamat birokrasi berpendapat bahwa salah satu penyebab buruknya kinerja dari para birokrat kita yaitu karena relatif rendahnya kesejahteraan dari para birokrat itu sendiri (PNS). Paradigma masyarakat terhadap PNS tidaklah seperti dahulu lagi yang dimana PNS selalu diagung-agungkan bahkan tidak sedikit para orang tua yang menginginkan kelak anaknya untuk menjadi seorang PNS. Hal ini terjadi karena dulu seorang PNS dianggap mempunyai status sosial yang tinggi. Tetapi untuk saat ini, anggapan itu tampaknya kurang relevan lagi dengan situasi sekarang yang selalu terus menerus mengalami perubahan. Dari statement diatas dapat sedikit ditarik kesimpulan bahwa untuk menuju birokrasi yan baik, sistem penggajian dan struktur gaji PNS haruslah diperbaiki yang nantinya bisa membanggakan dan meningkatkan derajat PNS.
Melihat realitas yang ada, tidak sedikit PNS masih "ngobyek" mencari sambilan di luar pekerjaannya. Juga banyak pegawai yang bekerja di luar kompetensi dan kualifikasinya. Pelaksanaan pekerjaan yang bersifat rutin lebih mendominasi daripada pencapaian visi dan misi yang optimal. Ini semua membuktikan belum terciptanya profesionalisme di tubuh birokrasi.
Padahal aspek profesionalisme sangat penting dan strategis ketika kita membicarakan kinerja birokrasi. Kinerja akan lebih mudah ditingkatkan seandainya pegawai memiliki sikap profesional sebagai pelayan publik. Profesianalisme merupakan variabel yang menentukan kinerja organisasi dalam mewujudkan reformasi birokrasi menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Melihat itu semua langkah pemerintah untuk memacu profesionalisme PNS nampaknya secara keseluruhan belum nyata dilakukan. Kebijakan pemerintah dengan menerbitkan UU No 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen dalam kerangka meningkatkan profesionalisme para pendidik patut didukung. Undang-undang ini di antaranya memuat prinsip profesionalitas dari profesi guru dan dosen. Diharapkan hal yang sama nantinya juga ada aturan atau pedoman bagi PNS non-guru dan dosen, sehingga profesionalisme seluruh aparat birokrasi dapat terwujud.
Aspek profesionalisme mendesak diperhatikan melihat kondisi birokrasi kita yang masih memprihatinkan. Melalui profesionalitas, eksistensi birokrasi diharapkan kian memuaskan.
Kinerja birokrasi tinggi, pelayanan publik -sebagai jiwa birokrasi- menunjukkan tingkat efisiensi dan efektivitas yang ideal, sehingga mayoritas pelayanan publik kita yang masih menunjukkan mekanisrne berbelit-belit dan memerlukan banyak waktu serta biaya tidak lagi dijumpai.
Dengan tingginya beban anggaran, upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai menjadi tidak mudah untuk diwujudkan. Kalaupun gaji/ tunjangan pegawai dinaikkan secara layak, otomatis pemerintah harus menggenjot sisi pemasukannya. Pemerintah sering menempuh jalan tidak populer sebagai cara instan mendapatkan pemasukan; seperti menaikkan sektor pajak atau menaikkan beragam tarif yang pada gilirannya masyarakat terkena imbasnya.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN) Taufiq Effendi mengemukakan gaji PNS pada tahun 2007 akan naik dari Rp 1,06 juta menjadi Rp 1,4 juta hingga Rp 1,7 juta per bulan. Dana untuk kenaikan tersebut diambilkan dari APBN yang sudah disetujui DPR, sebab para pembayar pajak meningkat jumlahnya. (Suara Merdeka, 22/11/ 2006).
Sekilas rencana itu membawa angin segar bagi PNS di tengah himpitan harga yang sudah terlebih dahulu meroket. Namun tanpa mengecilkan arti upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan pegawai, pada kenyataannya kenaikan penghasilan itu masih belum memberikan pengaruh signifikan. Apalagi dikaitkan dengan tuntutan peningkatan kinerja pegawai.
Berdasarkan pengalaman, biasanya harga kebutuhan pokok sudah mendahului melambung tinggi sebelum kenaikan gaji terealisasi. Selain itu kenaikan gaji tersebut lebih tepat disebut sebatas penyesuaian (koreksi) atas inflasi yang terjadi. Andai tahun depan inflasi diasumsikan sebesar 6,5%, kenaikan gaji sebesar itu bisa dikatakan belum dapat mendongkrak kesejahteraan pegawai seperti harapan pemerintah.
Dengan gaji terendah PNS sebesar Rp 1,4 juta dirasa belum mampu mencukupi kebutuhan kelayakan hidup pegawai. Lebih jauh kenaikan gaji tersebut belum memadai bila dihubungkan dengan tuntutan profesionalisme pegawai.
Ketika masa pemerintahan Presiden Habibie dulu sampai pemerintahan sekarang sebenarya selalu didengungkan rencana kenaikan gaji PNS minimal setara dengan swasta atau BUMN. Sekurang-kurangnya menjadi tiga kali lebih besar dari ketentuan gaji yang ada. Tapi sayangnya banyak para ahli termasuk Prof Dr Sofian Effendi MPA yang dulu menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara ketika pemerintahan Habibie berpendapat bahwa dengan kenaikan gaji tidak otomatis akan meningkatkan kinerja PNS.
Mungkin ada benarnya pendapat dari Bapak Sofian tadi, bahwa tingginya gaji belumlah secara otomatis dapat mendongkrak kinerja jajaran PNS. Tapi untuk kali ini sedikit digeser kedalam konteks yang berbeda. Apakah suatu hal yang adil ketika ada seorang pegawai yang terus menerus bekerja dengan baik untuk memperlihatkan kinerjanya yang tinggi dan ada satu lagi pegawai yang sering tidak masuk kerja, hanya bermalas-malasan saja di kantor tapi mereka berdua ternyata mendapat gaji yang sama ? sebagai mahluk yang mempunyai rasa manusiawi yang tinggi pasti akan menjawab itu hal tidak adil.
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, Indonesia sebagai bangsa yang selalu terus mengumandangkan dan mendengungkan azas keadilan di setiap tindakan yang akan dilakukannya, pastilah sistem penggajian seperti itu sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu, untuk menuju suatu birokrasi yang ideal dan berlandaskan azas keadilan, sistem penggajian dan struktur gaji PNS haruslah segera dirubah dan diperbaiki.
Dalam setiap pekerjaan kita tidak bisa menyangkal bahwa didalamnya terkadang terdapat motivasi lain dari seorang pegawai, oleh karena itu ada suatu hal yang solutif yang bisa dijadikan sebagai motivasi untuk pegawai agar bekerja lebih baik lagi dan dapat mendongrak kinerja PNS. Yaitu dengan reward. Reward merupakan salah satu dari manajemen kinerja, dimana pemberian imbalan kepada pegawai seharusnya didasarkan pada pay at performance yang diharapkan mampu memacu pegawai untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme dalam menjalankan tugas pekerjaannya (Kurniawan, 2009). Reward disisni bisa berupa promosi jabatan, insentif, kenaikan gaji atau self actualization di mana orang berhak untuk mengembangkan kariernya sesuai dengan keinginan dan kompetensinya.
Kebutuhan akan analisa beban kerja dan kejelasan job description mutlak dilakukan. Pemerintah perlu hati-hati menentukan SDM yang benar-benar dibutuhkan organisasi, sehingga tidak justru menimbulkan inefisiensi dan inefektivitas. Efektivitas dan efisiensi organisasi akan terhambat oleh struktur birokrasi yang tidak baik. Misal, pola perekrutan yang tak terencana dengan baik berpotensi memunculkan fenomena booming PNS, seperti pengalaman pernah terjadi tahun 80-an silam.
Jika pada awal Repelita I jumlah PNS adalah 515.000 orang, maka pada tahun 1994 sudah meningkat menjadi 3.842.000 orang atau meningkat 7,5 kali lipat. Sementara dalam kurun waktu yang sama, jumlah penduduk hanya meningkat 1,5 kali lipat.
Pertambahan yang cukup dahsyat tersebut terjadi karena adanya pemekaran struktur (jumlah departemen, biro, bagian) dan penambahan tenaga-tenaga profesional (tenaga pendidik, kesehatan, pertanian, dsb). Pada masa lalu PNS sering dijadikan alat kekuatan politik dalam mempertahankan kekuasaan suatu- rezim. Hal ini yang kemudian diwariskan pada pemerintahan berikutnya sehingga membuat pembinaan dan pengembangan kepegawaian menjadi tidak mudah.
Pemerintah harus memetakan kebutuhan riil pegawai, baik dari jumlah maupun spesifikasinya. Dewasa ini struktur birokrasi sudah dikategorikan gemuk, meskipun secara kuantitas jumlah PNS sudah menurun pada kisaran 3,7 juta pegawai.
Ancaman membengkaknya birokrasi dikhawatirkan semakin menambah beban belanja pegawai pemerintah. Termasuk kewajiban pemerintah untuk membayar uang pensiun PNS sekitar 5 juta orang yang menurut perkiraan Kantor Menneg PAN sebesar Rp 6 triliun / bulan tahun 2012 nanti.
Dengan tingginya beban anggaran, upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai menjadi tidak mudah untuk diwujudkan. Kalaupun gaji/tunjangan pegawai dinaikkan secara layak, otomatis pemerintah harus menggenjot sisi pemasukannya. Pemerintah sering menempuh jalan tidak populer sebagai cara instan mendapatkan pemasukan; seperti menaikkan sektor pajak atau menaikkan beragam tarif yang pada gilirannya masyarakat terkena imbasnya.
Kalau benar pemerintah berkeinginan merampingkan jumlah PNS menjadi 2 juta pegawai di tahun 2014, pemerintah diharapkan sungguh menata kepegawaian secara rasional, efektif, dan efisien. Sebaliknya kebijakan itu bukan justru menimbulkan gejolak atau keruwetan baru di birokrasi.
Ada baiknya birokrasi secara keseluruhan dibenahi terlebih dahulu oleh pemerintah. Contoh, pengganti atas PP No 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sudah selayaknya segera dikeluarkan, karena perkembangan lingkungan khususnya undang - undang pemerintahan daerah juga sudah berubah.
Pemerintah mesti didorong mengambil langkah berani untuk mengetatkan struktur organisasinya menjadi lebih ramping. Prinsip miskin struktur kaya fungsi hendaknya tidak sekedar retorika belaka, namun konsisten diterapkan.
Tidak selamanya tepat apabila kesalahan atas lemahnya kinerja birokrasi ditimpakan seluruhnya pada individu pegawai tanpa melihat kelemahan sistem yang ada. Bisa jadi kekurangproduktifan pegawai akibat mekanisme kerja di kantornya tidak mendukung. Atau proporsionalitas jumlah pegawai yang tidak seimbang dibanding beban kerjanya. Jadi jelas masalah kinerja merupakan persoalan yang teramat kompleks.
Pemerintah dan DPR seyogyanya segera menyelesaikan RUU mengenai Etika Pemerintahan, Hukum Administrasi Pemerintahan, Pelayanan Publik, Kementerian Negara, dan Kepegawaian Negara. Paling tidak dengan undang-undang itu upaya untuk mereformasi birokrasi bisa secepatnya terwujud.
Langkah pemerintah yang berencana melakukan reformasi birokrasi; mencakup perbaikan kapasitas dan produktivitas, peningkatan disiplin dan etos kerja, serta perbaikan penggajian; diharapkan tidak berhenti pada sekadar tataran wacana.
Sekali lagi, ini dilakukan supaya pemerintah tidak hanya mengeluarkan kebijakan "tebar pesona" dengan menaikkan gaji PNS secara sporadis tanpa menata sistem lain secara simultan, Jauh lebih mendesak sekarang ini bagaimana memperbaiki manajemen kepegawaian, baik dari pola rekrutmen, pembinaan karier, pengembangan SDM, dan lain-lain.
Perlu diingat bahwa rencana kenaikan gaji itu belum tentu menciptakan kesejahteraan pegawai serta mewujudkan keadilan dan proporsionalitas penggajian pegawai. Sangat mungkin nasib birokrasi justru akan semakin terpuruk oleh kebijakan itu.
Ada baiknya sistem penggajian dibenahi berdasar kinerja pegawai, mengacu reward and punishment dengan minimal berpedoman pada kelayakan kebutuhan hidup. Sistem penggajian harus bisa merangsang pegawai untuk berprestasi, yakni memberikan kemampuan terbaiknya bagi organisasi. Bukan seperti selama ini terjadi, antara pegawai yang berprestasi dan yang tidak atau antara yang berdisiplin dengan yang malas-malasan memperoleh gaji yang sama.
Akhirnya, diyakini bahwa kinerja pegawai yang bermuara pada kinerja birokrasi, sulit ditingkatkan tanpa memperhatikan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan mereka, yang antara lain kebutuhan akan penghasilan yang memadai, adil, dan bermartabat sesuai kualifikasi dan kompetensi pegawai. Bagaimana kualitas kinerja birokrasi, tergantung bagaimana persoalan penggajian dan manajemen sistem kepegawaian umumnya dikelola oleh pemerintah.




Contoh wacana di Jawa Timur yang diambil dari artikel koran Kompas Senin, 1 November 2010 :
KOMPAS - Sistem penggajian pegawai negeri sipil yang belum mengedepankan kompetensi dinilai kurang memotivasi kinerja pegawai negeri sipil. Karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan menerapkan sistem penggajian pegawai negeri sipil berdasarkan tingkat beban kerja atau tanggung jawab individu.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim Zainal Abidin, akhir pekan lalu di Surabaya.
”Berdasarkan pengamatan, sistem penggajian selama ini ternyata kurang memotivasi para pegawai negeri sipil (PNS) untuk bekerja keras. Masalahnya, sistem yang ada tidak menitikberatkan pada aspek kompetensi para PNS,” ucapnya.
Menurut Zainal, pada prinsipnya, gaji dan imbalan adalah sarana untuk memotivasi pegawai. Agar kinerja optimal, setiap PNS harus benar-benar menguasai dan memahami tanggung jawab mereka masing-masing. Jika hasil kerja berkualitas, terukur, dan transparan, yang bersangkutan berhak mendapatkan upah atau gaji setimpal.
”Untuk menata kembali sumber daya manusia di lingkungan Pemprov Jatim, kami akan mengembangkan model manajemen kepegawaian modern yang berdasarkan pada kompetensi seseorang. Kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bekerja,” kata Zainal.
Sementara itu, Siti Nurjanah dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian, PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban dan tanggung jawabnya. Namun, selama ini struktur penggajian PNS kurang berimbang antara tingkat nominal gaji yang diterima dan beban kerja yang dilakukan.
Menurut Siti, ke depan, kenaikan gaji PNS harus didasarkan pada bobot tanggung jawab masing-masing pegawai dan bukan semata-mata golongan pangkat.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Jatim Sabron Djamil Pasaribu mengungkapkan, jumlah PNS di jajaran Pemprov Jatim yang ada sering tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya. Ia mencontohkan, jumlah PNS di Kantor DPRD Jatim sebanyak 167 orang dan melayani 100 anggota DPRD. Artinya, setiap anggota DPRD rata-rata dilayani satu hingga dua orang PNS.
”Bandingkan dengan satu polisi di Jatim harus melayani sekitar 3.500 orang,” tuturnya. (ABK)


Contoh Lain diambil dari Sriwijaya Post Jum’at, 12 November 2010 :

Kabar baik bagi pegawai negeri sipil (PNS), dan anggota TNI/Polri. Pemerintah berencana menaikkan gaji rata-rata sekitar lima persen berlaku tahun depan, mulai Januari 2010. Pemerintah juga akan memberikan tunjangan khusus kepada pegawai semua kementerian/lembaga. Setelah kenaikan tersebut diharapkan penghasilan berupa gaji dan tunjangan PNS, TNI/Polri minimal bisa Rp 3 juta per bulan.

Rencana pemerintah kembali menaikkan gaji gaji pokok dan uang makan/lauk-pauk PNS, TNI/Polri rata-rata sekitar 5 persen dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato penyampaian RUU APBN 2010 dan Nota Keuangannya di forum rapat paripurna DPR RI Jakarta, Senin (3/8).“Kenaikan anggaran belanja pegawai untuk memperbaiki kinerja birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Alokasi anggaran antara lain untuk memperbaiki penghasilan aparatur negara dan pensiunan melalui kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok rata-rata 5 persen,” kata SBY yang juga calon presiden pemenang Pilpres 2009.Selain menaikkan gaji, pemerintah juga melanjutkan pemberian gaji dan pensiun bulan ke-13.

Presiden juga akan menambah penghasilan dari pos uang makan/lauk-pauk. Untuk anggota TNI/Polri uang makan/lauk-pauk semula Rp 35 ribu per hari naik Rp 5.000 menjadi Rp 40.000 per hari. Sedangkan bagi PNS pusat, uang makan/lauk-pauk naik dari Rp 15.000/hari kerja menjadi Rp 20.000/hari kerja.SBY mengatakan, selama dia menjadi presiden, telah berkali-kali menaikkan gaji. “Dengan langkah-langkah perbaikan penghasilan pegawai yang telah dilaksanakan selama periode 2004-2009, maka pendapatan PNS golongan terendah telah dapat kita tingkatkan 2,5 kali, yaitu dari Rp 674.000 per bulan pada tahun 2004 menjadi Rp 1.721.000 pada tahun 2009,” katanya.

Dalam RAPBN- 2010, alokasi anggaran belanja pegawai direncanakan mencapai Rp 161,7 triliun atau naik sekitar Rp 28,0 triliun (21,0 persen) dari perkiraan realisasinya dalam tahun 2009.Awal tahun ini pemerintah telah menaikkan gaji PNS seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas PP No 7/1977 tentang Peraturan Gaji PNS. Perubahan besaran gaji PNS tersebut sesuai perintah UU No 41/2008 tentang APBN 2009, yakni pemerintah dan DPR sepakat menaikkan gaji PNS, prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan PNS, TNI, serta Polri sebesar 15 persen pada 2009.Setelah kenaikan gaji tersebut, gaji terendah bagi pegawai negeri sipil tahun 2009 sebesar Rp 1,040 juta per bulan, yakni PNS golongan IA dengan masa kerja nol tahun. Adapun gaji tertinggi Rp 3,4 juta per bulan, yakni untuk PNS golongan IVE dengan masa kerja 32 tahun.Tunjangan Profesi GuruPemerintah juga memastikan profesi pengajar di seluruh daerah di Indonesia bakal mendapatkan tempat khusus dalam APBN 2010 mendatang.

Tunjangan guru, secara khusus akan masuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini, sebut SBY, sesuai dengan PP No 41 tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen dalam struktur APBN 2010 nantinya DAU akan terbagi menjadi dua yaitu DAU murni untuk pendanaan formula murni (operasional daerah), dan DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru. “Tunjangan akan diberikan kepada guru yang bersertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya sesuai dengan kewenangannya,” kata SBY. Rencana penambahan tunjangan guru dan dosen, lanjut Presiden, merupakan upaya mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal 2010 mendatang dimana alokasi angaran transfer ke daerah direncanakan mencapai Rp 309,8 triliun.“Dari jumlah tersebut alokasi dana perimbangan mencapai Rp 293 triliun atau naik sekitar Rp 7,7 triliun.

Kenaikan terbesar berasal dari realokasi tunjangan profesi yang dialokasikan sebagai dana alokasi umum (DAU) tambahan untuk tunjangan profesi guru Rp 8,9 triliun,” katanya.Menurut Presiden mulai 2010 alokasi DAU dalam struktur APBN akan terdiri dari DAU murni, yang dialokasikan dengan menggunakan formula murni dan DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru.“Di samping itu, untuk melanjutkan kebijakan yang diambil pada tahun 2009 tentang penghasilan minimal golongan terendah guru sebesar Rp 2,0 juta per bulan, maka dalam RAPBN 2010 masih dialokasikan dana penyesuaian berupa tambahan tunjangan kependidikan bagi guru sebesar Rp 7,9 triliun,” katanya.“Kita semua berharap dengan ditingkatkannya alokasi anggaran ini maka kesejahteraan para guru dan dosen akan semakin membaik, dan, akhirnya, sesuai dengan harapan rakyat, mutu pendidikan kita akan meningkat lebih tinggi lagi,” kata Presiden SBY. [sriwijaya post]

1 comments:

Bank Soal CPNS mengatakan...

Thanks gan artikelnya. Kunjungi juga Gaji PNS 2014 Naik Berapa Persen?

Posting Komentar